
Beberapa pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas memperoleh penghasilan berupa upah dengan mekanisme pembayaran tertentu, seperti pembayaran upah secara satuan (berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan) atau borongan (berdasarkan penyelesaian suatu proyek/kegiatan).
Meskipun demikian, penghitungan PPh Pasal 21 atas upah satuan atau borongan tidak jauh berbeda dengan PPh atas upah harian. Penghitungan pajaknya tetap menggunakan prinsip yang sama, tetapi ada penyesuaian di mana upah tersebut dikonversi ke upah harian.
Pada panduan sebelumnya, telah dibahas cara menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas berupa upah harian. [Silakan baca panduannya di sini]
Pada kesempatan kali ini akan dibahas penghitungan PPh Pasal 21 atas upah satuan dan borongan.
Untuk menyegarkan kembali ingatan Anda, simak pengertian ke dua jenis upah tersebut.
- upah satuan, upah atau imbalan yang diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan;
- upah borongan, upah atau imbalan diperoleh pegawai yang terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu.
Daftar Isi
Cara Menghitung PPh Pasal 21 atas Upah Satuan
Simak contoh kasus berikut.
Tuan LKX bekerja sebagai pembuat lemari di PT XCV (perusahaan mebel). Ia dibayar berdasarkan jumlah unit lemari yang diselesaikan, yaitu sebesar Rp750.000,00 per unit lemari. Dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja), Tuan LKX dapat membuat 4 unit lemari dengan upah sebesar Rp3.000.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Upah sehari = 3.000.000 : 6 |
500.000 |
Batas upah harian yang tidak kena PPh |
450.000- |
Upah sehari terutang PPh Pasal 21 |
50.000 |
Upah seminggu terutang PPh Pasal 21 = 6 x 50.000 |
300.000 |
PPh Pasal 21 terutang = 5% x 300.000 |
15.000 (mingguan) |
Maka, upah yang diperoleh Tuan LKX dalam seminggu adalah sebesar Rp2.985.000,00 (Rp3.000.000,00 – Rp15.000,00).
Cara Menghitung PPh Pasal 21 atas Upah Borongan
Berikut ini ilustrasi penghitungan PPh Pasal 21 atas upah borongan.
Tuan KGH mengerjakan sebuah proyek pengecatan bangunan dengan upah borongan sebesar Rp3.000.000,00. Pekerjaan tersebut diselesaikan dalam 5 hari.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Upah borongan sehari = 3.000.000 : 5 |
600.000 |
Batas upah harian yang tidak kena PPh |
450.000- |
Upah sehari terutang PPh Pasal 21 |
150.000 |
Upah borongan terutang PPh Pasal 21 = 5 x 150.000 |
750.000 |
PPh Pasal 21 terutang = 5% x 750.000 |
37.500 |
Upah yang diterima Tuan LKX adalah sebesar Rp2.962.500,00 (Rp3.000.000 – Rp37.500,00).
Cara Menghitung PPh Pasal 21 atas Upah Harian/Satuan/Borongan yang Dibayarkan secara Bulanan
Jika upah harian, satuan dan borongan dibayarkan secara bulanan, PPh Pasal 21-nya dihitung dengan menerapkan tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikali jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP. PPh Pasal 21 yang dipotong = PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.
Untuk mempermudah pemahaman Anda, simak ilustrasi berikut.
Tuan ZWQ (K/0) bekerja pada PT DFG dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. Pada bulan Januari 2018, Tuan ZWQ bekerja 20 hari kerja dan menerima upah sebesar Rp400.000,00 sehari.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Upah Januari 2018 = 20 x 400.000 |
8.000.000 |
Upah disetahunkan = 12 x 8.000.000 |
96.000.000 |
PTKP (K/0) |
58.500.000- |
Penghasilan Kena Pajak |
37.500.000 |
PPh Pasal 21 setahun = 5% x 37.500.000 |
1.875.000 |
PPh Pasal 21 bulan Januari yang harus dipotong = 1.875.000 : 12 |
156.250 |
Upah bersih yang diterima Tuan ZWQ adalah sebesar Rp7.843.750,00 (Rp8.000.000,00 – Rp156.250,00).
Dasar Hukum:
- UU Pajak Penghasilan
- PMK-102/PMK.03/2016
- PER-16/PJ/2016