
Anda sebagai pegawai yang berniat resign dari sebuah perusahaan atau memang sudah memasuki masa pensiun pada pertengahan tahun, ada baiknya Anda mengetahui penghitungan pajak Anda (PPh Pasal 21). Mengapa?
Hal tersebut berkaitan dengan pemenuhan hak dan kewajiban Anda sebagai Wajib Pajak orang pribadi. Walaupun Anda tidak secara langsung menghitung dan menyetor PPh Pasal 21 (dihitung, dipotong dan disetor perusahaan), Anda tetap harus memperhatikan terutama terkait pemotongan PPh Pasal 21 pada bulan dimana Anda berhenti bekerja.
Kebanyakan pegawai yang berhenti bekerja pada tahun berjalan, khususnya yang masih memiliki kewajiban pajak subjektif (silakan baca: Subjek Pajak dan Wajib Pajak), penghitungan PPh Pasal 21-nya akan kelebihan pemotongan. Hal tersebut terjadi karena pada bulan dimana Anda berhenti bekerja terdapat penghitungan PPh Pasal 21 yang berbeda dengan bulan-bulan lainnya.
Sehingga Anda memiliki hak atas kelebihan pemotongan tersebut. Selain itu, Anda juga berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada perusahaan. Pengembalian kelebihan pemotongan dan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21 paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Anda berhenti bekerja. (Pasal 14 ayat (7) PER-16/PJ/2016)
Dalam panduan ini terdapat dua contoh kasus yang memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
- pegawai yang masih memiliki kewajiban pajak subjektif berhenti bekerja pada tahun berjalan
- pegawai berhenti bekerja pada tahun berjalan dan sekaligus kehilangan kewajiban pajak subjektif
(Baca juga: Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Baru)
Daftar Isi
Pegawai Yang Masih Memiliki Kewajiban Pajak Subjektif Berhenti Bekerja Pada Tahun Berjalan
Simak ilustrasi berikut:
Tuan YVX (TK/0) adalah pegawai PT Keren Maksimal. Sejak 1 Oktober 2018, ia berhenti bekerja di perusahaan tersebut. Ia memperoleh gaji sebesar Rp16.000.000,00 per bulan. Ia membayar uang pensiun kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan sebesar Rp160.000,00 per bulan.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong setiap bulan:
Gaji sebulan |
|
16.000.000 |
Pengurangan: |
|
|
– Biaya Jabatan 5% x 16.000.000 |
|
|
(maksimal diperkenankan) |
500.000 |
|
– Iuran pensiun |
160.000+ |
|
Jumlah |
|
660.000- |
Penghasilan neto sebulan |
|
15.340.000 |
Penghasilan neto setahun |
|
184.080.000 |
PTKP: |
|
|
|
|
54.000.000- |
Penghasilan Kena Pajak |
|
130.080.000 |
PPh Pasal 21 terutang: |
|
|
|
2.500.000 |
|
|
12.012.000+ |
|
Jumlah |
|
14.512.000 |
PPh Pasal 21 terutang sebulan |
14.512.000 : 12 |
1.209.333 |
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang selama tahun 2018 (s.d. September 2018) dilakukan pada saat berhenti bekerja:
Gaji (Januari s.d. September 2018) |
9 x 16.000.000 |
144.000.000 |
Pengurangan: |
|
|
– Biaya Jabatan (9 x 500.000) |
4.500.000 |
|
– Iuran pensiun (9 x 160.000) |
1.440.000+ |
|
Jumlah |
|
5.940.000- |
Penghasilan neto 9 bulan |
|
138.060.000 |
PTKP setahun: |
|
|
|
|
54.000.000- |
Penghasilan Kena Pajak |
|
84.060.000 |
PPh Pasal 21 terutang: |
|
|
|
2.500.000 |
|
|
5.109.000+ |
|
Jumlah |
|
7.609.000 |
PPh Pasal 21 terutang untuk masa Januari s.d. September 2018 |
7.609.000 |
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong s.d. Agustus 2018 (8 x 1.209.333) |
9.674.664 |
PPh Pasal 21 yang lebih dipotong |
2.065.664 |
Catatan:
Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp2.065.664,00 dikembalikan oleh PT Keren Maksimal kepada yang bersangkutan pada saat pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.
Pegawai Berhenti Bekerja Pada Tahun Berjalan dan Sekaligus Kehilangan Kewajiban Pajak Subjektif
Simak ilustrasi berikut:
Pak John (K/1) mulai bekerja pada Mei 2010. Sejak 1 Juni 2018, ia berhenti bekerja dan meninggalkan Indonesia untuk kembali ke negara asalnya (kehilangan kewajiban pajak subjektif). Selama tahun 2018, ia memperoleh gaji sebesar Rp22.000.000,00 per bulan dan pada bulan April 2018, ia menerima bonus sebesar Rp30.000.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji
Penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji:
Gaji sebulan |
|
22.000.000 |
Pengurangan: |
|
|
– Biaya Jabatan |
|
|
(maksimal diperkenankan) |
|
500.000- |
Penghasilan neto sebulan |
|
21.500.000 |
Penghasilan neto setahun |
12 x 21.500.000 |
258.000.000 |
PTKP (K/3): |
|
|
|
54.000.000 |
|
|
4.500.000 |
|
|
13.500.000+ |
|
Jumlah |
|
72.000.000- |
Penghasilan Kena Pajak |
|
186.000.000 |
PPh Pasal 21 atas gaji setahun: |
|
|
|
2.500.000 |
|
|
20.400.000+ |
|
Jumlah |
|
22.900.000 |
PPh Pasal 21 atas gaji sebulan |
22.900.000 : 12 |
1.908.333 |
Penghitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus:
Gaji setahun |
12 x 22.000.000 |
264.000.000 |
Bonus |
|
30.000.000+ |
Penghasilan bruto |
|
294.000.000 |
Pengurangan: – Biaya jabatan |
|
|
(maksimal diperkenankan) |
12 x 500.000 |
6.000.000- |
Penghasilan neto |
|
288.000.000 |
PTKP (K/3): |
|
|
|
54.000.000 |
|
|
4.500.000 |
|
|
13.500.000+ |
|
Jumlah |
|
72.000.000- |
Penghasilan Kena Pajak |
|
216.000.000 |
PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus: |
|
|
|
2.500.000 |
|
|
24.900.000+ |
|
Jumlah |
|
27.400.000 |
Penghitungan PPh Pasal 21 atas bonus:
PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus |
27.400.000 |
PPh Pasal 21 atas gaji |
22.900.000 |
PPh Pasal 21 atas bonus |
4.500.000 |
Penghitungan kembali PPh Pasal 21 terutang saat berhenti bekerja dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya:
Gaji selama 5 bulan |
5 x 22.000.000 |
110.000.000 |
Bonus |
|
30.000.000+ |
Jumlah seluruh penghasilan selama 5 bulan |
|
140.000.000 |
Pengurangan: |
|
|
– Biaya Jabatan |
|
|
(maksimal diperkenankan) |
5 x 500.000 |
2.500.000- |
Penghasilan neto selama 5 bulan |
|
137.500.000 |
Penghasilan neto disetahunkan |
12/5 x 137.500.000 |
330.000.000 |
PTKP (K/3) |
|
|
|
54.000.000 |
|
|
4.500.000 |
|
|
13.500.000+ |
|
Jumlah |
|
72.000.000- |
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan |
|
258.000.000 |
PPh Pasal 21 disetahunkan: |
|
|
|
2.500.000 |
|
|
30.000.000 |
|
|
2.000.000+ |
|
Jumlah |
|
34.500.000 |
PPh Pasal 21 terutang |
5/12 x 34.500.000 |
14.375.000 |
PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d. April 2018 atas gaji dan bonus |
(4 x 1.908.333) + 4.500.000 |
12.133.332- |
PPh Pasal 21 terutang dan harus dipotong bulan Mei |
|
2.241.668 |
Catatan:
Cara penghitungan di atas berlaku juga bagi pegawai yang kehilangan kewajiban subjektifnya pada tahun berjalan karena meninggal dunia.
Dasar Hukum:
PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21/26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.