
Pegawai tetap memiliki aturan tertentu terkait batas usia maksimal dalam bekerja. Hal ini terutama berkaitan dengan tingkat produktivitas seseorang yang mulai menurun di usia senja, walaupun tidak dapat digeneralisasi, karena bisa saja seseorang yang berusia lanjut masih tetap produktif.
Namun, secara umum seseorang yang sudah memasuki usia tertentu, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, mau tidak mau harus pensiun, atau istilah lainnya disebut purna bakti.
Baik pegawai negeri maupun pegawai swasta (termasuk BUMN) memiliki aturan tersendiri terkait batasan usia pensiun. Untuk ASN sendiri ditetapkan batas usia maksimal bekerja adalah 58 tahun bagi pejabat administrasi, dan 60 tahun bagi pejabat pimpinan tinggi. Adapun pejabat fungsional memiliki batas usia pensiun sesuai dengan jabatan fungsionalnya, maksimal 65 tahun (untuk fungsional ahli utama). [UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil].
Sedangkan pegawai swasta, termasuk BUMN, mereka memiliki aturan tersendiri dalam menetapkan batas usia maksimal dalam bekerja. Namun, biasanya tidak jauh berbeda dengan usia pensiun bagi ASN.
Selain itu, ada istilah yang disebut dengan pensiun dini. Pensiun dini merupakan kondisi anomali di mana pegawai mengajukan pensiun sebelum batas usia pensiun tercapai. Dalam UU dan PP tersebut juga diatur terkait pensiun dini ini.
Ketika bekerja, perusahaan yang mendaftarkan pegawainya untuk menjadi peserta program pensiun, akan membayar iuran pensiun/Jaminan Hari Tua/Tunjangan Hari Tua atas nama pegawai ke Dana Pensiun. Selain dibayar perusahaan, pegawai juga berkontribusi membayar iuran tersebut. Nantinya uang tersebut akan dikembalikan kepada pegawai setelah memasuki masa pensiun. Sedangkan bagi pegawai negeri, uang pensiun dibayar dari APBN.
Beberapa perusahaan (swasta/BUMN) memiliki ketentuan bahwa pegawai dapat mengambil dana pensiun sebelum memasuki masa pensiun. Namun, untuk pegawai negeri, pembayaran uang pensiun hanya dilakukan setelah pegawai tersebut memasuki masa pensiun dan dibayarkan secara berkala.
Jenis penghasilan yang diterima oleh mantan pegawai dapat berupa:
- Uang pensiun
- Uang manfaat pensiun
- Tunjangan Hari Tua
- Jaminan Hari Tua
- Pesangon
Pembayaran atas penghasilan tersebut dapat dilakukan sekaligus atau secara berkala. Atas jenis-jenis penghasilan dimaksud terutang pajak, yaitu PPh Pasal 21.
Panduan ini berisi contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh peserta program dana pensiun yang diterima secara berkala. [Anda juga dapat membaca panduan terkait Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus]
Penghitungannya (terutama penghitungan saat pegawai pensiun) tidak berbeda dengan penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima pegawai tetap yang berhenti bekerja karena resign. [Silakan Anda baca panduan terkait Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Resign]
Daftar Isi
- PPh Pasal 21 atas Penarikan Dana Pensiun oleh Peserta Program Pensiun yang Masih Berstatus Pegawai
- Penghitungan PPh di Tempat Pemberi Kerja Sebelum Pensiun
- PPh atas Uang Pensiun Bulanan pada Tahun Pegawai Mulai Pensiun
- PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Pensiun secara Bulanan pada Tahun Kedua dan Seterusnya
PPh Pasal 21 atas Penarikan Dana Pensiun oleh Peserta Program Pensiun yang Masih Berstatus Pegawai
Contoh:
Tuan FFF adalah pegawai PT Super Heboh menerima gaji Rp5.000.000,00 sebulan. PT Super Heboh mengikuti program pensiun untuk para pegawainya. PT Super Heboh membayar iuran dana pensiun untuk Tuan FFF sebesar Rp100.000,00 sebulan ke Dana Pensiun Super Heboh, yang merupakan dana pensiun yang dibentuk bagi pengelolaan uang pensiun pegawai PT Super Heboh yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Tuan FFF membayar iuran serupa ke dana pensiun yang sama sebesar Rp50.000,00 sebulan. Bulan Juli 2018 Tuan FFF memerlukan biaya untuk renovasi rumahnya maka ia mengambil iuran dana pensiun yang telah dibayar sendiri sebesar Rp20.000.000,00. Kemudian pada bulan September 2018 ia menarik lagi dana sebesar Rp15.000.000,00. Pada Desember 2018, ia menarik lagi dana sebesar Rp25.000.000,00 untuk keperluan lainnya. PPh Pasal 21 yang terutang dihitung dengan cara sebagai berikut:
a. atas penarikan dana sebesar Rp20.000.000,00 pada bulan Juli 2018 terutang PPh Pasal 21 sebesar:
5% x 20.000.000 |
1.000.000 |
b. atas penarikan dana sebesar Rp15.000.000,00 pada bulan September 2018 (kumulatif Rp35.000.000,00) terutang PPh Pasal 21 sebesar:
5% x 15.000.000 |
750.000 |
c. atas penarikan dana sebesar Rp25.000.000,00 pada bulan Desember 2018 (kumulatif Rp60.000.000,00) terutang PPh Pasal 21 sebesar:
5% x 15.000.000 |
750.000 |
15% x 10.000.000 |
1.500.000+ |
Jumlah |
2.250.000 |
Penghitungan PPh di Tempat Pemberi Kerja Sebelum Pensiun
Jika waktu pensiun sudah dapat diketahui dengan pasti pada awal tahun, maka penghitungan PPh Pasal 21 perbulannnya berdasarkan penghasilan kena pajak yang akan diperoleh dalam periode dimana pegawai yang bersangkutan akan bekerja dalam tahun berjalan (sebelum memasuki masa pensiun).
Namun, jika waktu pensiun belum dapat diketahui dengan pasti, maka penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada perkiraan penghasilan neto setahun.
Contoh:
Tuan YGT (K/2) bekerja sebagai pegawai tetap pada PT Ambis Banget dengan gaji sebulan sebesar Rp30.000.000,00. Tuan YGT membayar iuran pensiun setiap bulannya sebesar Rp300.000,00 ke Dana Pensiun AMBIBA yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku di PT Ambis Banget, terhitung mulai 1 Juli 2018, Tuan YGT memasuki masa pensiun.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Gaji sebulan | 30.000.000 | |
Pengurangan: | ||
Biaya jabatan (maksimal diperkenankan) | 500.000 | |
luran pensiun | 300.000+ | |
Jumlah pengurangan | 800.000- | |
Penghasilan neto sebulan | 29.200.000 | |
Penghasilan neto 6 bulan (Januari – Juni 2018) | 6 x 29.200.000 | 175.200.000 |
PTKP setahun (K/2): | ||
WP sendiri | 54.000.000 | |
status kawin | 4.500.000 | |
tanggungan 2 orang | 9.000.000+ | |
Jumlah | 67.500.000- | |
Penghasilan Kena Pajak | 107.700.000 | |
PPh Pasal 21 terutang: | ||
5% x 50.000.000 | 2.500.000 | |
15% x 57.700.000 | 8.655.000+ | |
Jumlah | 11.155.000 | |
PPh Pasal 21 terutang sebulan | 11.155.000 : 6 | 1.859.167 |
Pada hari ketika Tuan YGT berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, PT Ambis Banget memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A1) dengan data sebagai berikut:
Gaji (selama 6 bulan) | 6 x 30.000.000 | 180.000.000 |
Pengurangan: | ||
Biaya jabatan (maksimal diperkenankan = 6 x 500.000) | 3.000.000 | |
Iuran pensiun (6 x 300.000) | 1.800.0000+ | |
Jumlah pengurangan | 4.800.000- | |
Penghasilan neto | 175.200.000 | |
PTKP (K/2) | 67.500.000- | |
Penghasilan Kena Pajak | 107.700.000 | |
PPh Pasal 21 terutang | 11.155.000 | |
PPh Pasal 21 telah dipotong | 11.155.000- | |
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong | Nihil |
Jika pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulan didasarkan pada penghasilan yang disetahunkan, karena pada saat penghitungan belum diketahui secara pasti saat pensiun/berhenti bekerja, maka pada saat penghitungan PPh Pasal 21 terutang untuk masa terakhir (saat pensiun atau berhenti bekerja) akan terjadi kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 yang harus dikembalikan oleh pemotong pajak kepada pegawai yang bersangkutan.
PPh atas Uang Pensiun Bulanan pada Tahun Pegawai Mulai Pensiun
Untuk kemudahan dan kesederhanaan, bagi pensiunan yang tidak mempunyai penghasilan selain dari pekerjaan dari satu pemberi kerja dan uang pensiun, Dana Pensiun menghitung pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pensiun pada tahun pertama pegawai menerima uang pensiun dengan berdasarkan pada gunggungan penghasilan neto dari pemberi kerja sampai dengan pensiun dan perkiraan uang pensiun yang akan diterima dalam tahun kalender yang bersangkutan.
Agar Dana Pensiun dapat melakukan pemotongan PPh Pasal 21 seperti itu, maka penerima pensiun harus segera menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 A-1/1721 A-2) dari pemberi kerja sebelumnya.
Melanjutkan contoh kasus sebelumnya (Tuan YGT), mulai bulan Juli 2018, Tuan YGT memperoleh uang pensiun dari Dana Pensiun AMBIBA sebesar Rp6.000.000,00 sebulan. Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas uang pensiun adalah sebagai berikut:
Uang pensiun sebulan | 6.000.000 | |
Pengurangan: | ||
Biaya pensiun | 5% x 6.000.000 | 300.000- |
Penghasilan neto sebulan | 5.700.000 | |
Penghasilan neto Juli-Desember | 6 x 5.700.000 | 34.200.000 |
Penghasilan neto dari PT Ambis Banget (Januari-Juni) | 175.200.000+ | |
Jumlah penghasilan neto 2018 | 209.400.000 | |
PTKP setahun (K/2) | 67.500.000- | |
Penghasilan Kena Pajak | 141.900.000 | |
PPh Pasal 21 terutang: | ||
5% x 50.000.000 | 2.500.000 | |
15% x 91.900.000 | 13.785.000+ | |
Jumlah | 16.285.000 | |
PPh Pasal 21 terutang pada PT Ambis Banget | 11.155.000- | |
PPh Pasal 21 terutang pada Dana Pensiun AMBIBA selama 6 bulan | 4.735.000 | |
PPh Pasal 21 yang harus dipotong tiap bulan | 4.735.000 : 6 | 789.167 |
Penghitungan kembali PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun AMBIBA dalam bukti pemotongan 1721 A1:
Uang pensiun (6 bulan) | 6 x 6.000.000 | 36.000.000 |
Pengurangan: | ||
Biaya pensiun | 5% x 36.000.000 | 1.800.000- |
Penghasilan neto 6 bulan | 34.200.000 | |
Penghasilan neto dari PT Ambis Banget (sesuai bukti potong) | 175.200.000+ | |
Jumlah penghasilan neto tahun 2018 | 209.400.000 | |
PTKP (K/2) | 67.500.000- | |
Penghasilan Kena Pajak | 141.900.000 | |
PPh Pasal 21 terutang | 16.285.000 | |
PPh Pasal 21 terutang pada PT Ambis Banget | 11.155.000- | |
PPh Pasal 21 terutang pada Dana Pensiun (6 bulan) | 4.735.000 | |
PPh Pasal 21 yang telah dipotong | 6 x 789.167 | 4.735.000- |
PPh Pasal 21 yang kurang (lebih) dipotong | Nihil |
PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Pensiun secara Bulanan pada Tahun Kedua dan Seterusnya
Lanjutan dari contoh sebelumnya, penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun yang dibayar secara bulanan mulai Januari 2019 (tahun ke-2 Tuan YGT pensiun) adalah sebagai berikut:
Uang pensiun | 6.000.000 | |
Pengurangan: | ||
Biaya pensiun | 5% x 6.000.000 | 300.000 |
Penghasilan neto sebulan | 5.700.000 | |
Penghasilan neto setahun | 12 x 5.700.000 | 68.400.000 |
PTKP (K/2): | ||
WP sendiri | 54.000.000 | |
Status kawin | 4.500.000 | |
Tanggungan 2 orang | 9.000.000+ | |
Jumlah | 67.500.000- | |
Penghasilan Kena Pajak | 900.000 | |
PPh Pasal 21 terutang: | ||
5% x 900.000 | 45.000 | |
PPh Pasal 21 terutang sebulan | 3.750 |
Dasar hukum:
- UU Pajak Penghasilan
- PMK 252/PMK.03/2008
- PER-16/PJ/2016