
Anda yang sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak dituntut untuk memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tidak terkecuali dengan kewajiban pelaporan pajak yang dalam hal ini menggunakan media yang disebut dengan Surat Pemberitahuan (SPT).
Penyampaian SPT merupakan bentuk akuntabilitas Wajib Pajak atas penghitungan, pembayaran/penyetoran, dan pelaporan pajak yang terutang. Mengingat sistem perpajakan di Indonesia menganut self assessmentsystem, di mana aktivitas perpajakan tersebut dipercayakan kepada Wajib Pajak.
Dalam peraturan perpajakan yang berlaku, penyampaian SPT Tahunan memiliki aturan main yang jelas. Pasal 3 Undang-Undang KUP menyatakan:
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Terdapat tiga kata kunci dalam pasal tersebut, yaitu Benar, Lengkap dan Jelas. Lantas apa yang dimaksud dengan tiga kata tersebut? Simak penjelasannya.
- Benar: SPT yang disampaikan adalah benar dalam hal: penghitungan, penerapan aturan perpajakan, penulisan, sesuai dengan keadaan sebenarnya.
- Lengkap : SPT harus diisi dengan lengkap, yaitu memuat unsur-unsur yang berkaitan dengan identitas Wajib Pajak, objek pajak, nilai pajak terutang dan unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT, termasuk lampiran-lampirannya.
- Jelas: SPT harus diisi dengan jelas, yaitu terkait kejelasan asal-usul atau sumber objek pajak dan unsur lainnya.
Selain itu, penyampaian SPT juga memiliki batas waktu. Anda dapat membaca panduan mengenai Batas Waktu Penyampaian SPT untuk mengetahui jatuh tempo pelaporan SPT. Jika Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dalam jangka waktu yang ditentukan, maka ia akan dikenakan sanksi (sanksi telat lapor pajak).
Adapun tujuan dikenakannya sanksi di bidang perpajakan adalah untuk membentuk kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dalam hal ini, sanksi perpajakan bersifat preventif yang menjadi alat pencegah agar WP tidak melanggar aturan perpajakan. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman WP atas sanksi perpajakan sehingga WP dapat mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan maupun tidak dilakukan.
Daftar Isi
Jenis Sanksi Perpajakan
1. Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi merupakan sanksi perpajakan yang bersifat administratif, tidak termasuk ranah tindak pidana perpajakan. Adapun bentuk sanksi administrasi perpajakan adalah sebagai berikut:
- Bunga. Sanksi bunga dapat dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Besarannya ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah.
- Denda. Sanksi ini termasuk yang banyak ditemukan dalam UU perpajakan. Terkait besarannya, denda dapat berbentuk jumlah tertentu, persentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.
- Kenaikan. Bentuk sanksi ini meliputi kelipatan jumlah pajak yang harus dibayar dalam bentuk persentase tertentu dari jumlah pajak yang kurang atau tidak dibayar.
2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana dapat dikenakan terhadap orang yang melakukan tindak pidana di bidang perpajakan. Bentuk sanksi pidana meliputi:
- Denda pidana. Sanksi ini dikenakan atas tindak pidana berupa pelanggaran atau kejahatan di bidang perpajakan. Besarannya berupa jumlah tertentu yang secara jelas ditetapkan dalam UU perpajakan.
- Pidana kurungan. Sanksi ini berupa kurungan dalam jangka waktu tertentu, biasanya tidak lebih dari setahun, atas tindak pidana perpajakan berupa pelanggaran di bidang perpajakan.
- Pidana penjara. Seperti halnya kurungan, sanksi ini diukur berdasarkan jangka waktu tertentu, biasanya lebih dari enam bulan, atas tindak pidana perpajakan berupa kejahatan di bidang perpajakan.
Sanksi Telat Lapor Pajak (SPT)
Berikut ini disajikan tabel terkait sanksi jika WP terlambat menyampaikan SPT.
Jenis SPT |
Sanksi |
SPT Tahunan WP Orang Pribadi |
Denda 100.000 (Pasal 7 ayat (4) UU KUP) |
SPT Tahunan WP Badan |
Denda 1.000.000 (Pasal 7 ayat (4) UU KUP) |
SPT Masa PPN |
Denda 500.000 (Pasal 7 ayat (4) UU KUP) |
SPT Masa Lainnya |
Denda 100.000 (Pasal 7 ayat (4) UU KUP) |
Wajib Pajak yang Tidak Dikenai Denda Keterlambatan Penyampaian SPT
Pengenaan sanksi administrasi berupa denda atas keterlambatan penyampaian SPT tidak dilakukan terhadap WP yang:
- telah meninggal dunia (orang pribadi);
- sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (orang pribadi);
- berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia (orang pribadi);
- tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia (BUT);
- tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (badan);
- tidak melakukan pembayaran lagi (Bendahara);
- terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan PMK; atau
- diatur dengan atau berdasarkan PMK.
Sanksi Tidak Lapor SPT
Jika WP sama sekali tidak melaporkan SPT-nya, maka sanksinya berbeda dengan WP yang terlambat menyampaikan SPT. Berikut ini sanksi yang dikenakan terhadap WP yang tidak menyampaikan SPT-nya.
- Wajib Pajak (WP) yang tidak menyampaikan SPT karena kealpaannya, jika kealpaannya merupakan yang pertama kali, maka WP tidak dikenai sanksi pidana. Tetapi WP dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). (Pasal 13A UU KUP).
- Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT karena kealpaannya (bukan yang pertama kali), maka WP dikenai sanksi pidana berupa:
- denda, paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar; atau
- kurungan, paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun. (Pasal 38 UU KUP)
- WP yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT dikenai sanksi pidana berupa:
- penjara, paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun; dan
- denda, paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar. (Pasal 39 UU KUP)
Demikian penjelasan mengenai sanksi jika WP telat atau tidak lapor pajak (SPT). Semoga bermanfaat.